KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat ALLAH S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah Manajemen
Sumber Daya Manusia ini yang berjudul ” Karakteristik dan peran
K3 karyawan, komitmen manajemen dan keamanan”. Makalah ini membahas tentang
masalah-masalah yang berhubungan dengan pencurian identitas. Dan membahas
mengenai karakteristik dan peran keselamatan dan kesehatan karyawan.
Semua orang pasti mengharapkan keselamatan dan kesehatan diri dalam kerja baik pelaksanaan di lakukan di dalam maupun di luar pekerjaan. Di sinilah seseorang dituntut untuk dalam menjalankan tujuan program-program kesehatan dan pentingnya kebugaran fisik di tempat kerja.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu,dengan segala kerendahan hati penulis menerima kritik
dan saran yang membangun.Semoga apa yang dilakukan penulis dalam makalah ini
bermanfaat bagi kita semua,terutama bagi para pembaca.
Atas segala perhatian, penulis
mengucapkan terima kasih.
Padang, November 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………….I
DAFTAR ISI............................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang…………………………………………………………………1
1.2 Permasalahan…………………………………………………………………...1
1.3 Tujuan…………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Karakteristik serta Peran Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja ………………...................………………………….....................…………..5
2.2 Occupational Safety and
Health Administration……...……………………….6
2.3 Ruang Lingkup dan Tujuan Kesehatan
Keselamatan dan Keamanan Kerja…............................................................................................................……...7
2.4 Cedera Tekanan Berulang..................................……………………………….19
2.5 Ergonomika
…...............................……………………………………………19
2.6
Kekerasan di Tempat Kerja……………………………..................................19
2.7
karakteristik Stres..................................................................................................22
2.8
Kejenuhan (Burnout)............................................................................................25
2.9 Program Kesehatan..............................................................................................25
2.10
Penyalahgunaan Zat Berbahaya..........................................................................25
2.11
Program Bantuan Karyawan (EAP)....................................................................26
BAB III PENUTUP
1.1 Simpulan………………………………………………………………………28
3.2 Saran…………………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………...29
BAB I
PENDAHULUAN
I.I
Latar Belakang
Besarnya dampak
global yang ditimbulkan oleh kecelakaan dan penyakit akibat kerja, demikian
juga bencana industri yang besar dalam bentuk penderitaan manusia dan biaya
ekonomi yang terkait dengan hal ini. Telah sejak lama menjadi sumber keprihatian
di tempat kerja, pada tingkat nasional dan internasional. Signifikasi pada
semua jenjang telah dilakukan untuk mengatasi persoalan, ILO (Internasional
Labor Organization) mempekirakan lebih dari dua juta pekerja meninggal
dunia akibat kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan secara global angka
kematian terus meningkat.
Meskipun sudah tersedia
perangkat hukum dan teknis, metodologi dan alat ukur guna mencegah kecelakaan
dan penyakit akibat kerja, maka dibutuhkan peningkatan kesadaran umum akan
pentingnya Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan komitmen manajemen keamanan
yang kuat untuk mengimplementasikan sistem K3 yang efektif dalam suatu
pekerjaan. Agar angka keselamatan terhadap keselamatan dan kesehetan kerja
serta keamanan karyawan dalam bekerja lebih baik.
1.2
Permasalahan
Angka
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terjadi di lingkungan pekerjaan
sering terjadi. Untuk mengatasi masalah –masalah K3, baik pada tingkat
internasional maupun nasional, seringkali tersebar dan terpisah –pisah dan
akibatnya tidak memiliki keterpaduan yang diperlukan untuk menghasilkan dampak
efektif. Karena itu, ada kebutuhan untuk memberikan prioritas lebih tinggi
kepada K3 pada tingkat internsional, nasioanal dan perusahaan dan untuk
melibatkan seluruh komponen masyarakat sebagai mitra untuk memprakarsai dan
mengawal mekanisme bagi perbaikan sistem K3 nasional secara berkelanjutan.
1.3
Tujuan
1.
Mendefinisikan Karakteristik Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
2.
Menguraikan arti penting program K3 dalam kegiatan perusahaan.
3.
Menjelaskan beberapa program K3.
4.
Mengenali peraturan tentang K3.
5.
Memahami aspek-aspek dasar stres kerja.
6.
Mengenali cara-cara mengelola stres kerja.
7. Memahami
tentang komitmen dalam manajemen kerja.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Karakteristik serta Peran Kesehatan
Keselamatan dan Keamanan Kerja
Istilah
keselamatan, kesehatan, dan keamanan kerja saling terikat erat. Istilah yang
lebih luas dan tersamar adalah istilah “Kesehatan” yang merujuk kepada kondisi
fisik, mental dan stabilitas, emosi secara umum. Menurut undang-undang dasar
kesehatan yang dimaksud dengan ‘Kesehatan” adalah keadaan sejahtera dari badan,
jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup Produktif secara sosial
dan ekonomis.
A
. Pengertian Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja (occupational
health) atau sering disebut dengan istilah Kesehatan Industri (Industrial
hygiene) yaitu berkaitan dengan usaha-usaha, penyakit-penyakit dalam
pekerjaan, dengan usaha-usaha. Penyakit dalam pekerjaan suatu upaya untuk
menjaga kesehatan pekerjaan dan menjaga pencemaran di sekitar tempat kerja nya.
Kesehatan mengacu pada kebebasan dari penyakit fisik maupun emosional (an
employee’s freedom from physical or emotional illness). Masalah-masalah
dalam bidang-bidang ini bisa secara serius memengaruhi produktivitas dan
kualitas kehidupan kerja karyawan.
Menurut UU Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan kerja
bagian ke-6 Pasal 23 dikemukakan bahwa :
1. Kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan produktifitas
kerja yang optimal.
2. Kesehatan kerja meliputi pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja, dan syarat kesehatan kerja.
3. Setipa tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja.
4. Ketentuan mengenai kesehatan kerja sebagaimana di maksud
dalam ayat (2) dan ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Ayat
2
“ Upaya kesehatan kerja pada hakikatnya merupakan penyerasian kepasitas kerja,
beban kerja dan lingkungan kerja. Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
pekerjaa sesuai dengan jaminan sosial tenaga dan mencakup upaya peningkatan
kesehatan, pencegah penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan”.
Ayat
3 “
Tempat kerja adalah tempat terbuka tertutup, bergerak atau tidak bergerak, yang
dipergunakan akan untuk memproduksi barang atau jasa oleh satu atau beberapa
orang pekerja.
B.
Pengertian Keselamatan Kerja
Keselamatan (safety) mencakup
perlindungan karyawan atau para pekerja dari cedera, luka-luka yang disebabkan
oleh kecelakaan yang berkaitan dengan pekerjaan
(the protection of employees from injuries caused by work-related
accidents). Keselamatn tersebut adalah factor-faktor yang berhubungan
dengan cedera stress berulang serta kekerasan di tempat kerja dan dalam rumah
tangga.
Dalam ketentuan UU No. 14 tahun 1969 pasal 9 dan 10
dikemukakan bahwa : Tiap
tenaga berhak mendapatkan perlindungan atau keselamatan, kesehatan,
kesusialaan, pemeliharaan moral kerja perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama. Dasar keselamatan dan kesehatan kerja :
1.
Setiap pekerjaan berhak
memperoleh jaminan keselamatan kerja agar terhindar dari kecelakaan.
2.
Setiap orang yang berada
ditempat kerja harus dijamin keselamatan.
3.
Tempat pekerjaan
dijamin selalu dalam keadaan baik.
C.
Pengertian Keamanan Kerja
Keamanan kerja
adalah melindungi fasilitas pengusaha dan peralatan yang ada dari akses-akses
yang tidak sah serta untuk melindungi para karyawan ketika sedang bekerja atau
melaksanakan penugasan pekerjaan. Tentunya, mencegah adanya orang-orang yang
tidak berhasil dalam mengakses sistem Internal perusahaan.
Keamanan
bisa mencakup memberikan program bantuan emergenci bagi para karyawan yang
menghadapi masalah kesehatan. Dengan semakin banyaknya kejahatan di tempat
kerja, kemananan dari tempat kerja, menjadi perhatian besar untuk para
pengusaha dan para karyawan.
2.2
Occupational Safety and Health Administration
KASUS:
Berdasarkan
Occupational Safety and Health Administration (OSHA), seorang karyawan bisa
secara sah menolak untuk bekerja jika kondisi-kondisi berikut ini terjadi:
1. Karyawan
tersebut benar-benar takut akan
kematian, penyakit atau cedera fisik yang serius.
2. Cedera itu akan segera terjadi.
3. Terlalu sedikit waktu untuk mengajukan gugatan OSHA dan
memperbaiki masalah.
4. Karyawan tersebut telah memperingatkan pemberi kerja
mengenai kondisi itu dan meminta perbaikan atas masalah tersebut, namum pemberi
kerja tidak mengambil tindakan.
OSHA bertujuan untuk memastikan
keselamatan dan kesehatan karyawan di Amerika Serikat dengan bekerja bersama
para pemberi kerja dan karyawan untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih
baik.
Pernyataan misi OSHA saat ini
adalah meningkatkan dan menjamin keselamatan dan kesehatan tempat kerja serta
mengurangi kecelakaan,cedera, dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan. OSHA memusatkan sumber-sumber dayanya pada
pencapaian tiga tujuan :
1.
Mengurangi bahaya
kerja melalui intervensi lansung.
2.
Meningkatkan budaya
keselamatan dan kesehatan melalui bantuan kepatuhan, program-program kerja
sama, dan kepemimpinan yang kuat.
3.
Memaksimalkan
efektifitas dan efesiensi OSHA dengan memperkuat kapabilitas dan infrastruktur.
2.3
Ruang Lingkup dan Tujuan Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja
Sistem manajemen
kesehatan keselamatan dan keamanan kerja adalah “bagian dari sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan yang meliputi struktur, organisasi, perencanaan,
pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan
bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan
kebijakan kesehatan, keselamatan, keamanan kerja dalam rangka pengendalian
risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang
aman, effisien, dan produktif.
A.
Tujuan Manajement Kesehatan Keselamatan dan
Keamanan Kerja
1. Sebagai alat untuk mencapai
derajat kesehatan kerja yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan,
pegawai negeri, atau pekerja-pekerja bebas.
2. Sebagai upaya pencegahan dan
pemberontakakan penyakit dan kecelakaan akibat kerja, pemeliharaan, dan
penigkatan kesehatan, dan gizi tenaga kerja, perawatan dan mempertinggi
efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan kelelahan kerja
dan meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja.
3. Menciptakan sistem keselamatan
dan kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga
kerja dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja
yang aman, efisien, dan produktif.
Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor Per.05/ MEN/ 1996 menyebutkan bahwa dalam penerapan
sistem manajemen K3, perusahaan wajib melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
Langkah-langkah
Penerapan Sistem Manajemen K3
1.
Membangun Komitmen dan Membuat Kebijakan
Komitmen dan kebijakan tersebut
harus ditinjau ulang secara berkala. Pemimpin perusahaan pada saat jenjang
harus menunjukkan komitmen terhadap K3 sehingga implementasi dan pengembangan
SMK3 dapat terjamin. Demikian pula, setiap tenaga kerja dan orang lain yang
berada di tempat kerja harus berperan serta dalam menjaga dan mengendalikan
pelaksanaan K3.
2.
Membuat Perencanaan
Perusahaan harus membuat
perencanaan efektif guna mewujudkan keberhasilan penerapan dan kegiatan sistem
manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan terukur. Perencanaan memuat tujuan,
sasaran dan indikator kinerja. Tujuan, sasaran, dan indikator kinerja ini dirumuskan dengan
mempertimbangkan identifikasi sumber bahaya, penilaian serta hasil pelaksanaan tinjaun
aawal terhadap K3. Perencanaan hendaknya dibuat dengan tujuan untuk membuat
sistem manajemen yang mendukung :
1. Kepatuhan atas, sekurang-kurangnya, peraturan perundangan
nasional.
2. Unsur-unsur sistem manajemen K3 organisasi
3. Perbaikan berkelanjutan atas kinerja K3
3.
Menerapkan Kebijakan K3
Agar dapat mengimplementasikan
kebijakan K3 secara efektif, perusahaan harus menetapkan persyaratan kompetensi
K3, dan membuat dan memelihara tatanan untuk menjamin bahwa semua orang yang
terlibat memiliki kompetensi untuk menjalankan aspek-aspek keselamatan dan
kesehatan dalam pelaksanaan tugas dan kewajiban mereka.
Kompetensi K3
mencakup:
1. Pendidikan
2. Pengalaman kerja
3. Pelatihan kerja
4. Atau kombinasi dari itu semua.
Perusahaan dapat mengintegrasikan
sistem manajemen K3 yang dimilikinya ke dalam sistem manajemen perusahaan
lainnya.tetapi jika dalam pengintegrasian terjadi pertentangan dengan tujuan
dan prioritas perusahaan, maka tujuan dan prioritas manajemen K3 harus
diutamakan, kemudian penyatuan sistem manajemen K3 dilakukan secara selaras dan
seimbang.
Penerapan dan pengembangan sistem manajemen K3 yang efektif di tentukan oleh kompetensi
kerja dan pelatihan dari setipa pekerja di perusahaan. Pelatihan K3 merupakan
faktor kunci dalam program pencegahan.
Dalam mendukung penerapan sistem
manajemen, komunikasi memiliki peran sangat penting, terutama komunikasi dua
arah yang efektif dan laporan yang rutin. Dalam konteks komunikasi, perusahaan
harus menetapkan dan memelihara pengaturan dan prosedur untuk :
a. Menerima, mendokumentasikan, dan menanggapi secara tepat
segala bentuk komunikasi yang terkait dengan K3.
b. Menjamin berlansungnya komunikasi internal mengenai
informasi K3 diantara berbagai fungsi dan jenjan organisasi yang relevan.
c. Menjamin bahwa kepedulian, gagasan dan masukan dari para
pekerja dan wakil mereka tentang persoalan K3.
4.
Melakukan Pengukuran dan Evaluasi
Perusahaan harus memiliki sistem
untuk mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3dan hasilnya harus
dianalisis guna menentukan keberhasilan atau untuk melakukan identifikasi
tindakan perbaikan. Perusahaan juga harus menetapkan dan memlihara prossedur
inspeksi.
Inspeksi keselamatan (safety
inspection) dirancang untuk memeriksa bidang spesifik dari organisasi untuk
menemukan dan menetapkan tiap kerusakan dalam sistem, peralatan, pabrik atau
mesin, atau kesalahan operasional yang bisa menjadi sumber kecelakaan.
AUDIT
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
Audit sistem manajemen kinerja
harus dilakukan secara berkala untuk mengetahui efektifitas penerapan sistem
manajemen K3.
Pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam
melaksanakan audit sistem manajemen K3:
-
Konsultan dan
keselamatan atau spesialis SDM
-
Para manajer
-
Pekerja/Karyawan
5.
Melakukan
Tinjauan dan Peningkatan
Pimpinan unit
kerja yang ditinjau harus melaksanakan tinjauan ulang sistem menajemen K3
secara berkala untuk menjamin kesesusaian dan efektifitas berkesinambungan
dalam kecapaian kebijakan K3.
Tinjauan ulang
dalam sistem manajemen K3 meliputi:
a.
evaluasi terhadap
penerapan kebijakan K3
b. tujuan, sasaran dan kinerja K3
c. hasil temuan audit sistem manajemen K3
d. evaluasi efektifitas penerapan sistem manajemen K3 dan
kebutuhan untuk mengubah sistem manajemen K3 sesuai dengan:
1. Perubahan peraturan perundangan
2. Tuntutan dari pihak terkait dan pasar
3. Perubahan produk dan kegiatan perusahaan
4. Perubahan struktur organisasi perusahaan
5. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Pengalaman yang didapat dari insiden K3
7. Pelaporan
8. Umpan balik khususnya dari pekerja
Tinjauan manajemen harus
mempertimbangkan:
a. Hasil investigasi atas cidera, kesehatan buruh, penyakit
dan insiden, hasil pemantauan dan pengukuran kinerja, hasil kegiatan audit.
b. Masukan tambahan dari dalam dan luar organisasi.
B.
Ruang lingkup dan tujuan K3
Keselamatan dan
keamanan kerja berdasarkan ketentuan Pasal 2 UU No. 1 tahun 1970 bahwa yang
diatur dalam segala tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, dipermukaan
air, di dalam air, maupun di udara yang berada didalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia. Tujuan dan sasaran UU No. 1 tahun 1970 tentang K3 kerja :
1. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada
dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
2. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan
secara efesien.
3. Agar proses produksi dapat berjalan lancar tanpa
hambatan.
Apabila kecelakaan termasuk kebakaran,
peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh
karena itu, setipa usaha K3 kerja tidak lain adalah pencegah dan penanggulangan
di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi, serta
produktif nasional.
2.5
Dampak Ekonomi dari Kesehatan Keselamatan dan Keamanan Kerja:
A.
Fokus Program Keselamatan
Program-program keselamatan bisa
mencapai tujuannya dengan dua cara yaitu :
1.
Tindakan Karyawan yang Tidak Aman
Pelatihan dan orientasi karyawan
baru yang menekankan keselamatan sangatlah penting. Pendekatan pertama dalam
program keselamatan adalah menciptakan lingkungan psikologis dan sikap karyawan
yang meningkatkan keselamatan. Jika para
karyawan secara sadar atau tidak sadar berfikir tentang keselamatan, kecelakaan
pun menurun. Dapat disimpulkan dari kebijakan tersebut, tidak ada seorang
karyawan pun yang bertugas menciptakan tempat kerja yang aman. Meskipun
berbahaya jika tanggung jawab setiap orang menjadi bukan tanggung jawab seorang
pun, lingkungan yang benar-benar aman memerlukan upaya setiap orangdari
manajemen puncak sampai karyawan level rendah.
2.
Kondisi Kerja yang Tidak Aman
Pendekatan kedua
dalam rancangan program keselamatan adalah mengembangkan dan memelihara
lingkungan kerja fisik yang aman. Mengubah lingkungan kerja adalah fokus untuk
mencegah kecelakaan. Manajemen harus menciptakan lingkungan fisik yang tidak
memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Agar tindakan dan
kondisi kerja yang tidak aman, maka kita akan melakukan prosedur bekerja dengan
aman dan tertib. Prosedur bekerja dengan aman dan tertib yang dilakukan pihak
pengusaha antara lain :
1.
Menetapkan standar
K3
2.
Menetapkan tata
tertib yang harus di patuhi
3.
Menetapkan
peraturan-peraturan
B. Mengembangkan
Program Keselamatan
Para
eksekutif puncak dalam suatu perusahaan harus menyadari besarnya penderitaan
manusia dan kerugian ekonomi yang disebabkan oleh kecelakaan. Beberapa alasan
perlunya dukungan manajemen puncak terhadap program keselamatan.
v
Kerugian Pribadi
Luka fisik dan penderitaan mental
yang berhubungan dengan cedera selalu dirasa tidak menyenangkan dan bahkan bisa
bersifat traumatis bagi karyawan yang cedera.
v
Kerugian finansial bagi orang yang cedera
Sebagian besar karyawan dilindungi
oleh rancangan asuransi perusahaan atau asuransi perusahaan atau asuransi
kecelakaan pribadi. Sebuah cedera bisa menyebabkan kerugian finansial yang
tidak ditanggung oleh asuransi.
v
Kehilangan produktivitas
Ketika seorang karyawan cedera, perusahaan akan
kehilangan produkvitas. Selain kerugian yang tampak, sering kali ada pula
biaya-biaya tersembunyi. Sekalipun tersedia karyawan lain untuk menduduki
posisi karyawan yang cedera, efesiensi bisa memburuk.
v
Premi asuransi yang lebih tinggi
Premi asuransi untuk ganti rugi para karyawan didasarkan
pada riwayat klaim asuransi karyawan yang bersangkutan. Potensi penghematan
yang terkait dengan keselamatan karyawan memberikan dorongan untuk menyusun
program-program formal.
v
Kemungkinan hukuman penjara
Sejak pengesahan OSHA, pelanggaran yang disengaja dan terus-menerus
atas ketentuan-ketentuan keselamatan bisa menyebabkan hukuman yang serius
pemberi kerja.
v
Tanggung jawab sosial
Banyak eksekutif merasa bertanggung jawab atas
keselamatan dan kesehatan para karyawannya. Perusahaan-perusahaan tersebut
memahami bahwa lingkungan kerja yang aman bukan semata kepentingan perusahaan,
namun juga sesuatu yang benar untuk dilakukan.
Beberapa
alasan perlunya dukungan manajemen puncak terhadap program keselamatan tersebut
menunjukkan bahwa kehilangan produktivitas dari setiap karyawan yang cedera
bukanlah satu-satunya faktor yang perlu dipertimbangkan. Setiap tahapan dalam
Manajeman Sumber Daya Manusia (MSDM) terlibat. Perusahaan akan mengalami
peningkatan biaya kompesansi saat mereka harus memberi tambahan biaya untuk
menarik para pelamar berkualitas dan mempertahankan karyawan yang penting.
Memelihara angkatan kerja yang stabil bisa menjadi sangat sulit jika para
karyawan memandang tempat kerja mereka berbahaya.
Tujuan utama para profesional keselamatan dan kesehatan
adalah mencegah cedera dan penyakit yang terkait dengan pekerjaan. Perusahaan
mencapai tujuan ini dengan beberapa cara : dengan mendidik para karyawan
mengenai bahaya-bahaya yang berhubungan dengan pekerjaannya, memasang alat-alat
pengontrol produksi, menetapkan pribadi yang layak.
v
Analisis Bahaya Pekerjaan (Job Hazard Analysis/JHA)
Proses multi-langkah yang dirancang untuk mempelajari dan
menganalisis sebuah tugas atau pekerjaan, kemudian memilah tugas tersebut
menjadi langkah-langkah yang memberikan cara-cara untuk menghilangkan
bahaya-bahaya yang terkait.
v
Superfund Amandments Reauthorization Act (SARA)
SARA mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk berkomunikasi
secara lebih terbuka mengenai bahaya yang berhubungan dengan bahan-bahan yang
digunakan dan produksi serta limbah yang dihasilkannya.
v
Keterlibatan Karyawan
Satu cara untuk memperkuat program keselamatan adalah
menyertakan masukan karyawan, sehingga memberi kesan pencapaian oleh karyawan.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan, setiap karyawan harus membuat komitmen
pribadi untuk melakukan praktik kerja yang aman.
v
Ahli Keselamatan (Safety Engineer)
Seorang anggota staf melakukan
koordinasi atas seluruh program keselamatan. Nama jabatan seperti ahli
keselamatan (safety engineer) dan direktuk keselamatan (safety director) umun digunakan. Salah satu tugas utaman ahli
keselamatan adalah memberikan pelatihan keselamatan bagi para karyawan. Hal
tersebut meliputi mengajar para manajer lini tentang manfaat keselamatan, serta
mengenali dan menghilangkan situasi-situasi yang tidak aman.
C. Penyelidikan Kecelakaan
Kecelakaan
bisa terjadi dalam perusahaan, termasuk perusahaan yang paling menyadari
keselamatan sekalipun. Terlepas dari kecelakaan tersebut menyebabkan cedera
atau tidak, organisasi harus mengevalusi secara saksama setiap kejadian agar
dapat ditentukan penyebabnya dan dipastikan hal tersebut tidak terulang. Ahli
keselamatan dan supervisor lini bersama-sama menyelidiki kecelakaan. Salah satu
tanggung jawab setiap supervisor adalah mencegah kecelakaan.
Kecelakaan
kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya
kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan
kerja, yaitu:
1.
Teori Heinrich ( Teori Domino)
Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian
kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu
: Lingkungan, kesalahan
manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau
kerugian (Ridley, 1986).
2.
Teori Multiple Causation
Teori ini
berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab
terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi
yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja
tersebut perlu diteliti.
3.
Teori Gordon
Menurut
Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban
kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang
tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor
yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab
terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara
terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui
secara detail.
4.
Teori Domino terbaru
Setelah
tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa
penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen.
Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk
memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
5.
Teori Reason
Reason
(1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang”
dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa
pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja,
6.
Teori Frank E. Bird Petersen
Penelusuran
sumber yang mengakibatkan kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi dengan teori
domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai
berikut (M.Sulaksmono,1997) :
1. Manajemen kurang kontrol
2. Sumber penyebab utama
3. Gejala penyebab langsung (praktek di
bawah standar)
4. Kontak peristiwa ( kondisi di bawah
standar )
5. Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha
pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki
manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan
kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan
merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.
B.
Faktor Terjadinya Kecelakaan Kerja
Terjadinya
kecelakaan kerja disebabkan oleh 2 faktor utama yakni faktor fisik dan faktor
manusia. Kecelakaan kerja ini mencakup 2 permasalahan pokok, yakni:
a.
Kecelakaan akibat langsung pekerjaan (PAK)
b.
Kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan (PAHK)
Dalam
perkembangan selanjutnya ruang lingkup kecelakaan ini diperluas lagi sehingga
mencakup kecelakaan-kecelakaan tenaga kerja yang terjadi pada saat perjalanan
atau transport ke dan dari tempat kerja. Dengan kata lain kecelakaan lalu
lintas yang menimpa tenaga kerja dalam perjalanan ke dan dari tempat kerja atau
dalam rangka menjalankan pekerjaannya juga termasuk kecelakaan kerja. Penyebab
kecelakaan kerja pada umumnya digolongkan menjadi 2, yakni:
a. Faktor Fisik
Kondisi-kondisi
lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety condition misalnya lantai
licin, pencahayaan kurang, silau, dan sebagainya.
b. Faktor Manusia
Perilaku
pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi keselamatan, misalnya karena
kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya. Menurut hasil penelitian yang
ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan oleh faktor manusia.
C.
Klasifikasi Kecelakaan Kerja
Menurut
Organisasi Perburuhan Internasional (ILO), kecelakaan akibat kerja ini
diklasifikasikan berdasarkan 4 macam penggolongan, yakni:
a. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan :
• Terjatuh
• Tertimpa
benda
• Tertumbuk
atau terkena benda-benda
• Terjepit
oleh benda
•
Gerakan-gerakan melebihi kemampuan
• Pengaruh
suhu tinggi
• Terkena
arus listrik
• Kontak
bahan-bahan berbahaya atau radiasi
b. Klasifikasi menurut penyebab :
• Mesin,
misalnya mesin pembangkit tenaga listrik.
• Alat
angkut: alat angkut darat, udara, dan air.
• Peralatan lain misalnya dapur pembakar dan pemanas,
instalasi pendingin, alat-alat listrik, dan sebagainya.
• Lingkungan
kerja ( diluar bangunan, di dalam bangunan dan di bawah tanah )
• Penyebab
lain yang belum masuk tersebut di atas.
c. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan :
• Patah
tulang\
• Dislokasi
( keseleo )
• Regang
otot (urat)
• Memar dan
luka dalam yang lain
• Amputasi
• Luka di
permukaan
• Geger dan
remuk
• Luka bakar
•
Keracunan-keracunan mendadak
• Pengaruh
radiasi
d. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka di tubuh :
• Kepala
• Leher
• Badan
• Anggota
atas
• Anggota
bawah
• Banyak
tempat
• Letak lain
yang tidak termasuk dalam klsifikasi tersebut.
D. Dampak
Kecelakaan Kerja
Berikut ini
merupakan penggolongan dampak dari kecelakaan kerja (Simanjuntak, 1994):
a. Meninggal dunia
Dalam hal
ini termasuk kecelakaan yang paling fatal yang menyebabkan penderita meninggal
dunia walaupun telah mendapatkan pertolongan dan perawatan sebelumnya.
b. Cacat permanen total
Merupakan
cacat yang mengakibatkan penderita secara permanen tidak mampu lagi sepenuhnya
melakukan pekerjaan produktif karena kehilangan atau tidak berfungsinya lagi
bagian-bagian tubuh seperti: kedua mata, satu mata adan satu tangan atau satu
lengan atau satu kaki. Dua bagian tubuh yang tidak terletak pada satu ruas
tubuh.
c. Cacat permanen sebagian
Cacat yang
mengakibatkan astu bagian tubuh hilang atau terpaksa dipotong atau sama sekali
tidak berfungsi.
d. Tidak mampu bekerja sementara
Kondisi
sementara ini dimaksudkan baik ketika dalam masa pengobatan maupun karena harus
beristirahat menunggu kesembuhan, sehingga ada hari-hari kerja hilang dalam
arti yang bersangkutan tidak melakukan kerja produkti
D. Evaluasi Program Keselamatan
Indikator
terbaik dari sebuah program keselamatan yang sukses adalah frekuensi dan
keparahan cedera dan penyakit. Dengan dimulainya sebuah program keselamatan
baru, jumlah kecelakaan bisa menurun secara signifikan. Organisasi harus
menggunakan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkan evaluasi tadi sebagai sesuatu
yang penting untuk meningkatkan program keselamatan. Mengumpulkan data dan
membiarkan keselamatan tidak akan menyelesaikan masalah atau mencegah
kecelakaan.
2.4 Cedera Tekanan Berulang
1. Cedera tekanan berulang (RSI)
Mengacu pada
kondisi yang ditimbulkan akibat terlalu banyaknya tekanan pada persendian
ketika tindakan yang sama dilakukan secara berulang kali.
2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS)
Disebabkan
oleh tekanan pada saraf tengah yang timbul sebagai akibat dari penyempitan pembuluh
yang menyelimuti saraf tersebut. Orang yang terkena CTS bisa mengalami
kesakitan, mati rasa, atau gatal-gatal pada tangan atau pergelangan tangan,
genggaman yang lemah, kecenderungan untuk menjatuhkan barang sensitivitas pada
suhu dingin, dan pelemahan otot, terutama pada ibu jari.
2.5 Ergonomika
Pendekatan
spesifik untuk mengatasi masalah kesehatan seperti cedera tekanan berulang dan
meningkatkan kinerja adalah ergonomika. Ergonomika adalah studi mengenai
interaksi manusia dengan tugas, peralatan, perkakas, dan lingkungan fisik.
Dengan ergonomika, tujuannya adalah mencocokkan mesin dan lingkungan kerja
dengan orangnya, alih-alih mengharuskan orang yang bersangkutan untuk melakukan
penyesuaian. Kegagalan dalam menangani isu-isu ergonomika berakibat pada
kelelahan, kinerja yang buruk, dan cedera tekanan berulang.
Keuntungan Ergonomika :
Strategi
pengurangan cedera membantu mencegah tekanan dan ketidaknyamanan saat
mengemudi, mengurangi cedera di dalam kendaraan, mengurangi kecederaan punggung
di luar kendaraan, dan mengurangi kelelahan.
2.6
Kekerasan di Tempat Kerja
1.
Kekerasan di Tempat kerja
Menurut National Institute for
Occupational Safety and Health ( NIOSH) kekerasan di tempat kerja didefinisikan
sebagai tindakan-tindakan kekerasan, termasuk serangan fisik dan ancaman
serangan, yang ditujukan kepada karyawan pada saat bekerja atau bertugas.
Karena kekerasan di tempat kerja merupakan ancaman yang berkembang, beberapa
pemberi kerja mencari perlindungan asuransi untuk dampak finansial dari
peristiwa kekerasan di tempat kerja, sebuah ancaman yang sebelumnya dipandang
sebagai risiko yang bisa ditanggung sendiri. Menurut NIOSH, pembunuhan adalah
pembunuh nomor satu di tempat kerja bagi kaum wanita dan penyebab kematian
ketiga bagi kaum pria setelah kecelakaan kendaraan bermotor dan kecelakaan yang
berkaitan dengan mesin.
2.
Karyawan yang Rentan
Ada sebagian karyawan yang paling
rentan terkena kekerasan di tempat kerja yang mana itu biasanya di sebabkan
oleh lokasi tempat ia bekerja, waktu bekerjanya, dan berkaitan dengan
barang-barang yang penting, contohnya seperti uang dll. NIOSH mengidentifikasi faktor-faktor yang bisa menimbulkan risiko
bagi seorang pengemudi sebagai berikut :
1. Bekerja dengan masyarakat umum
2. Bekerja dengan uang tunai
3.
Bekerja sendirian
4.
Bekerja di malam hari
5.
Bekerja di wilayah dengan tingkat kejahatan tinggi
3.
Organisasi yang Rentan
Menurut National
Safe Workplace Institute, ciri-ciri tempat kerja berisiko tinggi meliputi
hal-hal berikut :
1. Perselisihan buruh/manajem yang kronis
2. Banyaknya gugatan yang diajukan oleh para karyawan
3. Jumlah yang besar dari klaim ganti rugi kecederaan
karyawan, khusunya untuk cidera psikologis.
4. Kurangnya karyawan dan tuntutan lembur yang berlebihan
dalam gaya manajemen yang otoriter.
4.
Konsekuensi Hukum Kekerasan di Tempat Kerja
Retensi yang ceroboh (negligent
retention) adalah masalah yang bisa
ditimbulkan oleh pemberi kerja ketika perusahaan mempertahankan sebagai
karyawan orang-orang yang catatannya menunjukkan potensi kuat untuk melakukan
kejahatan dan gagal mengambil langkah-langkah untuk menetralkan situasi
kekerasan yang mungkin terjadi. Jika perusahaan tidak memperhatikan hal
tersebut maka perusahaan harus bertanggung jawab secara hukum, bentuk akibat
hukum dari kekerasan ditempat kerja antara lain:
·
Gugatan
diskriminasi
·
Tuntutan ganti rugi
karyawan
·
Tuntutan pihak
ketiga atas kerusakan
·
Tuntutan terhadap
gangguan privasi
·
Dan tuntutan
kekerasan lembaga keselamatan kerja dinegara tersebut.
5.
Karakteristik Individu dan Organisasi untuk Diawasi
Dalam upaya menyaring orang-orang yang berperilaku
kekerasan perusahaan berusaha mendeteksi karyawan yang melakukan tindakan
agresif ringan dan menunjukkan perilaku-perilaku tertentu.
Beberapa
perilaku yang perlu diwaspadai sebagai tanda peringatan bagi para pemberi kerja
adalah:
·
Berteriak
·
Kemarahan yang
meledak-ledak karena perselisihan kerja
·
Membuat pernyataan
yang tidak sopan
·
Menangis
·
Penurunan energi
atau fokus
·
Penurunan kinerja
dan penampilan pribadi
·
Suka menyendiri
6.
Tindakan Pencegahan
Hal-hal yang
bisa dilakukan untuk mengurangi resiko mengantisipasi atau mencegah kekerasan:
·
Harus ada proses
yang siap membantu dalam pendeteksian awal kemarahan karyawan
·
Para supervisor dan
staf SDM perlu dilatih cara menangani secara ahli isu-isu kekaryawanan
Perusahaan-perusahaan harus
mempertimbangkan tindakan-tindakan untuk meminimalkan tindakan-tindakan
kekerasan dan menghindari gugatan.
·
Mengimplementasikan
kebijakan-kebijakan yang melarang masuk senjata-senjata ke dalam properti
perusahaan, termasuk tempat parkir.
·
Dalam situasi yang
mencurigakan, karyawan diwajibkan menyerahkan diri untuk perncarian senjata
atau pemeriksaan untuk menentukan kesesuaian mental mereka dalam bekerja.
·
Memiliki kebijakan
yang menyatakan bahwa organisasi tidak akan menoleransi setiap peristiwa
kekerasan atau ancaman kekerasan sekalipun.
·
Memiliki kebijakan
yang mendorong karyawan untuk melaporkan semua kegiatan yang mencurigakan atau
bersifat kekerasan kepada manajemen.
·
Mengembangkan
hubungan dengan pakar kesehatan mental yang akan siap saat kondisi darurat
timbul.
·
Melengkapi
resepsionis dengan tombol alarm (panic button) agar bisa memberi peringatak
kepada petugas keamanan secara langsung.
·
Melatih para
manajer dan resepsionis untuk mengenali tanda-tanda petingatan kekerasan dan
teknik-teknik untuk meredakan sutuasi kekerasan.
7.Kekerasan
dalam Rumah Tangga
Kekerasan
yang terjadi di rumah tangga akan berdampak kepada perusahaan, dampak yang
ditimbulkan dari kekerasan dalam rumah tangga seperti hasil akir perusahaan,
menimbulkan biaya setiap tahun akibat kemangkiran, produktivitas yang rendah,
dan tingkat perputaran karyawan (turnover).
2.7
Karakteristik stres
Stres adalah reaksi
ganjil dari tubuh terhadap tekanan yang diberikan padanya atau stres juga dapat
diartikan respon fisik dan emosi yang merugikan, yang terjadi bila tuntutan
pekerjaan tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya, atau kebutuhan pekerja.
Pada akir-akir ini perhatian
perusahaan terhadap kesejahteraan emosional para pekerjanya semakin meningkat,
karena mereka menyadari bahwa produktivitas
jangka panjang dan kelangsungan organisasi sangat bergantung pada
dedikasi dan komitmen para karyawan.
Akibat potensial dari stres, stres menyebabkan kurangnya tingkat
kehadiran, penggunaan alkohol dan obat-obatan lainya secara berlebihan, kinerja
yang buruk, atau bahkan kesehatan yang buruk.
Pekerjaan dengan stres paling tinggi
1.
Buruh
2.
Sekretaris
3.
Inspektur
4.
Teknisi laboratorium klinis
5.
Manajer kantor
6.
Supervisor
7.
Manajer/administrator
8.
Pramusaji
9.
Operator mesin
10. Pemilik pertanian
11. Penambang
12. Tukang cat
Penyebab
stres:
a. Faktor-faktor
keorganisasian
Budaya
perusahaan. Budaya perusahaan banyak berhubungan dengan stres,
contohnya seperti gaya kepemimpinan, pimpinan yang otoriter yang tidak menerima
masukan dari karyawan, pimpinan yang lemah yang menyebabkan para karyawan bisa
menjatuhkannya, dll.
Pekerjaan
itu sendiri.sejumlah faktor yang berhubungan dengan
pekerjaan yang dijalankan seseorang bisa menyebabkan stres yang berlebihan.
Kondisi
kerja.karakteristik fisik tempat kerja serta mesin dan
perkakas yang di gunakan, juga bisa menciptakan stres.
b. Faktor-faktor
pribadi
Keluarga.
Meskipun merupakan sumber umum kebahagiaan dan keamanan keluarga juga bisa
menjadi sumber stres yang signifikan, seperti masalah perceraian.
Masalah
finansial. Masalah
keuangan dapat menjadi stres yang tidak tertahankan pada karyawan, contohnya
saja seperti tagihan-tagihan yang tak terbayar dan penagihan utang yang
menyebabkan kegelisahan yang tinggi dan berperan pada kinerja yang buruk.
c. Lingkungan
umum
Stres adalah bagian dari kehidupan
sehari-hari setiap orang, jadi stres tidak hanya bisa terjadi di tempat kerja
atau rumah tangga saja tetapi stres juga bisa terjadi di lingkungan umum,
seperti ketidak pastian ekonomi, perang
atau ancaman perang, ancaman terorisme, jarak pergi-pilang kantor yang jauh
dalam kondisi yang macet, dll.
Mengelola
stres
Ada sejumlah cara yang bisa
dilakukan untuk mengelola atau mengendalikan stres yang berlebihan, diantaranya
ialah:
·
Olah raga
·
Mengikuti kebiasaan
diet yang sehat
·
Tahu kapan berhenti
sejenak
·
Menempatkan situasi
yang penuh stres dalam perspektif
·
Menemukan seseorang
yang mau mendengar
·
Membangun
keteraturan dalam hidup anda
·
Kenali keterbatasan
anda sendiri
·
Bersikap toleran
·
Cari waktu luang di
luar
·
Menghindari kendali
semu
2.8
Kejenuhan (burnout)
Kejenuhan adalah kondisi mengganggu
dimana orang-orang kehilangan makna tujuan dasar dan penyelesaian pekerjaan
mereka. Kejenuhan berbeda dengan stres kejenuhan menyebabkan orang0orang yang
sebelumnya sangat berkomitmen pada pekerjaan mereka menjadi kecewa dan
kehilangan minat dan motivasi. Kejenuhan merupakan faktor paling umum yang
menyebabkan keputusan untuk berhenti bekerja sementara.
2.9 Program Kesehatan
Untuk
memastikan karyawan mendapatan program kesehatan :
-
Catatan medis
-
Tingkat absensi
-
Penilaian risiko
kesehatan
2.10 Penyalahgunaan
Zat Berbahaya
Penyalahgunaan zat berbahaya adalah
penggunaan zat-zat ilegal atau penyalahgunaan obat-obatan yang berpotensi
merusak atau menimbulkan kecanduan seperti alkohol dan obat terlarang.
Penyalahgunaan pada zat-zat yang terlarang akan berakibat kerugian kepada
perusahaan contohnya saja banyaknya karyawan yang meningal akibat zat-zat
tersebut mengurangi produktivitas perusahaan.
Tempat
Kerja Yang Bebas dari Penyalahgunaan Zat berbahaya.
Untuk menciptakan tempat kerja yang
bebas dari penyalahgunaan zat-zat berbahaya langkah-langkah yang perlu
dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai berikut:
I.
Membuat kebijakan
Bebas obat dan Alkohol
II.
Memberikan
pendidikan dan pelatihan
III.
Mengimplementasikan
program pengujian obat
IV.
Menciptakan program
bantuan karyawan
2.11 Employee Assistance Program
EAP
adalah
sebuah pendekatan komprehensif yang digunakan oleh banyak organisasi untuk
menangani masalah burnout, penyalahgunaan obat dan minuman keras, dan gangguan
emosional lainnya. EAP juga diartikan sebagai sebuah program intervensi
berbasis-pekerjaan untuk mengidentifikasikan dan membantu para karyawan dalam
menyelesaikan masalah-masalah pribadi.
EAP
dapat
diimplementasikan dengan cara:
·
Menyediakan
in-house professional counselors, atau
·
Merujuk karyawan
yang bermasalah ke lembaga-lembaga pelayanan masyrakat yang sesuai.
Manfaat EAP:
·
Pengenalan dan
penanganan dini atas masalah-masalah pribadi dan perusahaan;
·
Mempertahankan
karyawan-karyawan potensial;
·
Meningkatkan
produktivitas dan laba;
·
Mengurangi tingkat
kemangkiran;
·
Meningkatkan
semangat kerja.
Langkah-langkah
untuk memulai EAP:
I.
Menyusun pernyataan tertulis tentang tujuan program,
yang konsisten dengan kebijakan organisasi.
II.
Mengajarkan kepada
manajer, penyelia, dan wakil serikat pekerja tentang apa yang harus dilakukan
dan apa yang tidak boleh dilakukan bila mereka menghadapi karyawan bermasalah
dan bila mereka menggunakan program ini untuk menyelesaikan masalah kinerja.
III.
Menetapkan prosedur
rujukan bagi karyawan bermasalah kepada profesional yang ada pada perusahaan
atau luar perusahaan, yang kemudian meluangkan waktu untuk menilai apa yang
salah dan mengatur penanganan/pengobatan.
IV.
Menyusun program
komunikasi terencana bagi karyawan untuk mengumumkan (dan secara periodik
mengingatkan mereka) bahwa pelayanan bantuan tersedia bagi yang membutuhkan,
bahwa pelayanan tersebut bersifat rahasia, dan sudah ada karyawan yang
memanfaatkan layanan tersebut.
V.
Mengevaluasi
program secara berkelanjutan dengan mengacu pada tujuan-tujuan program yang
telah ditetapkan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian
mengenai berbagai aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada penyelenggaraan
konstruksi di Indonesia, dapat diambil kesimpulan bahwa bebagai masalah dan
tantangan yang timbul tersebut berakar dari rendahnya taraf kualitas hidup
sebagian besar masyarakat. Dari sekitar 4.5 juta pekerja konstruksi Indonesia,
lebih dari 50% di antaranya hanya mengenyam pendidikan maksimal sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar. Mereka adalah tenaga kerja lepas harian yang tidak
meniti karir ketrampilan di bidang konstruksi, namun sebagian besar adalah para
tenaga kerja dengan ketrampilan seadanya dan masuk ke dunia jasa konstruksi
akibat dari keterbatasan pilihan hidup.
Permaslahan
K3 pada jasa konstruksi yang bertumpu pada tenaga kerja berkarakteristik
demikian, tentunya tidak dapat ditangani dengan cara-cara yang umum dilakukan
di negara maju. Langkah pertama perlu segera diambil adalah keteladanan pihak
Pemerintah yang mempunyai fungsi sebagai pembina dan juga “the biggest owner.”
Pihak pemilik proyek lah yang memiliki peran terbesar dalam usaha perubahan
paradigma K3 konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi yang
didanai oleh APBN/APBD/Pinjaman Luar Negeri, Pemerintah antara lain dapat
mensyaratkan penilaian sistem K3 sebagai salah satu aspek yang memiliki bobot
yang besar dalam proses evaluasi pemilihan penyedia jasa. Di samping itu, hal
yang terpenting adalah aspek sosialisasi dan pembinaan yang terus menerus
kepada seluruh komponen Masyarakat Jasa Konstruksi, karena tanpa
program-program yang bersifat partisipatif, keberhasilan penanganan masalah K3
konstruksi tidak mungkin tercapai.
B. Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja
sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan kecelakaan kerja akan
menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit) suatu perusahaan atau negara
olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola secara maksimal
bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh elemen yang ikut terlibat dalam
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
-
Mondy, R.W 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Kesepuluh jilid 2 (terjemahan),
Jakarta: Penerbit Erlangga.
-
Marwansyah, 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi
Kedua. Bandung : Penerbit Alfabeta, cv.
-
Robert L. Mathis-
John H. Jackson, Human Resource
Management, Edisi Kesepuluh, Jakarta Selatan : Penerbit Salemba empat.
-
Wirahadikusumah,Reni.2008.Kecelakaan.(Online),
(Lilo.staff.fkip.uns.ac.id/files/2008/09/kecel..
,diakses tanggal 9
November 2013 )
artikel yang bermanfaat, kunjungi web kami untuk menunjang k3 anda www.sepatusafetyonline.com
BalasHapus